Anggit Supriyanto

TubeBuddy: Senjata Rahasia Tim Creative dan YouTube Creators

Bagi kamu yang aktif di bidang digital creative, pasti sudah tidak asing dengan berbagai macam tool untuk riset dan optimasi konten.

Sebagai contoh:

  • Riset topik dan keyword website bisa menggunakan Google Trend, Google Keyword Tools, Keyword Tool [dot] IO, Ahref, dan Semrush.
  • Riset topik social media bisa menggunakan BuzzSumo, Flick, dan juga Keyword Tool [dot] IO.

Lalu untuk riset topik dan keyword di YouTube, tool apa yang digunakan?

TubeBuddy merupakan senjata rahasia yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan konten dan mengembangkan channel YouTube. Bagaimana cara kerjanya? Mari kita bahas.

Apa itu TubeBuddy?

TubeBuddy adalah browser extention yang diluncurkan pada Desember 2014, bertujuan untuk membantu YouTuber mengembangkan channel mereka. Dengan TubeBuddy, kamu dapat melakukan riset ide topik tertentu dan mengoptimalkan konten videomu.

Saat tulisan ini dibuat, Desember 2022, jutaan YouTuber telah menggunakan TubeBuddy. Salah satu contohnya adalah The Food Ranger, yang memiliki lebih dari lima juta subscriber. Selain itu, perusahaan tempat saya bekerja saat ini dan sebelumnya juga saya rekomendasikan menggunakan TubeBuddy.

Apa saja yang saya lakukan dengan TubeBuddy?

Perkenalan saya dengan TubeBuddy terjadi pada tahun 2020. Saat itu saya masih bekerja di FiberCreme sebagai Digital Marketing Technology and System. Karena load produksi konten yang tinggi, Tim Creative membutuhkan banyak referensi topik baru untuk konten di channel YouTube brand perusahaan. Saat itu—dan ternyata sampai saat ini—TubeBuddy menjadi satu-satunya pilihan yang ada—yang fokus pada riset dan optimasi konten YouTube.

Riset topik dan keyword YouTube menggunakan TubeBuddy

Mesin pencari YouTube bekerja mirip dengan Google. satu-satunya perbedaan adalah di YouTube, orang-orang hanya mencari video. Menggunakan keyword yang tepat sangat penting untuk menembus peringkat atas, dan TubeBuddy memiliki berbagai fitur untuk membantu saya dalam hal ini.

Saya dapat melacak beberapa keyword jika menggunakan paket yang berbayar. Kamu akan merasa jauh lebih mudah untuk mengoptimalkan kontenmu, yang—pada gilirannya—akan memberi kamu lebih banyak perhatian.

TubeBuddy juga menyediakan report peringkat keyword untuk membantu saya memvisualisasikan semua data ini dengan lebih baik.

A/B Testing Video Youtube menggunakan TubeBuddy

Salah satu tujuan utama saya adalah mencari tahu konten mana yang berhasil dan mana yang tidak. Setahu saya, A/B testing merupakan cara terbaik untuk mengetahuinya.

TubeBuddy memiliki berbagai fitur, termasuk A/B testing. Saya menggunakan fitur tersebut untuk menentukan judul mana yang lebih menarik dan memastikan bahwa deskripsi video saya sudah optimal.

Saya dapat memilih untuk menjalankan testing metadata dan testing thumbnail click through rate (CTR).

Berapa Harga TubeBuddy?

TubeBuddy memiliki beberapa tingkatan harga. Pada level paling dasar, kamu dapat menggunakan secara GRATIS. Versi ini memberimu akses ke tag ranking, dan kamu juga dapat menggunakan keyword dan search explorer tools dalam kapasitas terbatas. Jika kamu ingin melakukan riset keyword untuk YouTube, TubeBuddy adalah pilihan yang tepat.

Untuk perusahaan atau YouTuber yang menginginkan lebih banyak fitur untuk mengembangkan channel mereka, salah satu paket berbayar TubeBuddy mungkin akan lebih membantu.

  • Paket Pro – $3,5 per bulan
  • Paket Star – $11,5 per bulan
  • Paket Legend – $26,5 per bulan

Selengkapnya

Apakah worth it menggunakan TubeBuddy?

Menurut saya, menggunakan TubeBuddy sangat worth it karena kita bisa memulainya—melakukan riset topik, keyword, analisis video dan channel—dengan gratis. TubeBuddy juga menyediakan trial paket Pro, Star, dan Legend selama 30 hari, tanpa kartu kredit.

Itukan yang kamu mau?

Project Pensiun – Mukadimah

Project Pensiun – Mukadimah

Iseng yang saya lakukan ternyata berbuntut panjang.

Karena iseng, saya membuka GoDaddy untuk cek sebuah nama domain dan ternyata status domain tersebut sedang dilelang dengan harga hanya $45 atau sekitar Rp700.000. Nah lo!

Loh, bukannya nama domain .com hanya sekitar Rp150.000?

Ya, tapi tunggu dulu. Domain ini merupakan aged domain yang sudah dimiliki oleh orang yang sama sejak tahun 2002—alias sudah 20 tahun. Selain itu nama domain ini sama dengan brand sebuah perusahaan. Jadi prinsip ekonomi langsung muncul di benak saya—beli murah, jual mahal.

Dengan membeli domain, saya memiliki 2 pilihan:

  • Pilihan 1: jual ke perusahaan yang bersangkutan—estimasi GoDaddy: $2000.
  • Pilihan 2: kelola sendiri sebagai media investasi.

Seminggu setelah pembelian domain saya menawarkannya ke sebuaah perusahaan melalui email. Karena tidak ada tanggapan—dalam 2 minggu—saya memutuskan untuk mengelolanya dengan cara membuat website menggunakan nama domain tersebut dan mengisinya dengan konten-konten yang bermanfaat.

Mulai dari Niche yang Saya Senangi

Dalam menentukan niche website, saya tidak mempertimbangkan bidang yang saya kuasai, melainkan bidang yang saya senangi dan orang-orang di sekitar saya kuasai.

Jadi pastinya konten website tersebut tidak membahas tentang digital marketing apalagi woodworking.

Perkembangan di 3 Bulan Pertama

Setelah 3 bulan membuat konten di website baru—dengan tidak konsisten—seperti ini perkembangannya:

Project Pensiun – Google Search Console – 22 Desember 2022
Project Pensiun – Google Analytics – 22 Desember 2022

Terlihat hanya ada 16 click dari 1.860 impression di mesin pencarian Google selama 3 bulan. Tentu saja angka itu tampak sangat kecil bila dibandingkan dengan website lain yang saya kelola—dapat dicapainya hanya dalam hitungan jam.

Akankah website ini bisa digunakan sebagai media investasi hingga pensiun? Tunggu perkembangannya 3 bulan mendatang! Semoga konsisten ngonten.

Resolusi Tahun 2023

Resolusi Tahun 2023

Upgrade Otak

☐ Baca 100 buku

Baca buku yang sudah di beli tapi belum dibaca buku lagi

Ikut 4 online course

Dompet

☐ Tembus AdSense

Habit

☐ Shalat awal waktu

☐ Rutin Senin – Kamis

☐ Posting blog 1 hari minggu sekali

Hobi

🗷 Beli gergaji mesin

🗷 Beli mesin serut

🗷 Beli mesin amplas

🗷 Beli mesin poles

☐ Beli gergaji mesin, mesin serut, mesin amplas, mesin poles

Revamp dan Migrasi Website Perusahaan dari WIX ke WordPress

Revamp dan Migrasi Website Perusahaan dari WIX ke WordPress

Ada apa dengan WIX?

Saat masih bekerja di digital marketing agency dan FiberCreme, beberapa kali saya menerima lamaran pekerjaan dari kandidat yang mencantumkan link portfolionya di WIX.

Wow, bagus!

Itu kesan pertama saya melihat WIX sebagai website portfolio. Tapi menggunakannya sebagai website company profile? Hmm… Gak!

Kenapa tidak? Alasan yang saya miliki—jumlahnya ada 2—muncul di hari pertama bekerja di McEasy. Saat itu perusahaan menugasi saya membuat sebuah landing page menggunakan WIX. Setelah menyelesaikan tugas pertama saya sebelum jam makan siang, saya mendapatkan alasan kuat mengapa perusahaan harus segera meninggalkan WIX.

Subscribtion = Websiteku bukan websiteku

WIX menggunakan sistem subscribtion yang itu artinya akan ada tagihan ke kartu kredit sebesar $249* atau sekitar Rp4.500.000 setiap tahun, selama-lamanya.

*Perusahaan menggunakan paket VIP

Jika berhenti berlangganan? Source code website tidak bisa diexport!

Itulah yang membuat saya beranggapan bahwa di WIX, websiteku buka websiteku. Setidaknya sampai berhenti berlangganan.

Bandingkan bila saya membangun website menggunakan WordPress. Hanya akan ada biaya tahunan untuk hosting di Dewaweb, theme sekaligus page builder premium sekali bayar yang selalu diupdate oleh developernya—DIVI dari Elegant Theme dan beberapa plugin SEO premium seperti Rank Math (kenapa bukan Yoast SEO?) Jika dihitung-hitung, biayanya jauh lebih murah dibandingkan WIX.

Terbatas

Design dan fitur website dibatasi oleh fitur yang ada di WIX. Walaupun WIX menyediakan Developer Mode, tapi sayang sekali saya tidak ada waktu untuk mempelajarinya.

Untuk apa mendalami sesuatu yang aksesnya dibatasi dengan subscrbsition? Menurut saya lebih menguntungkan mempelajari CMS yang open source karena memiliki nilai tawar lebih di luar sana.

Jadi, selama 1 tahun saya hanya menggunakan page builder dan fitur bawaan WIX untuk membangun halaman baru dan landing page yang dibutuhkan perusahaan. Bisa, tapi terbatas.

Lainnya tentang WIX

Setelah 1 tahun menggunakan WIX saya menemukan semakin banya alasan untuk meninggalkannya, seperti:

  1. Design website di WIX itu adaptive, tapi tidak responsive. Ya, tidak responsive!
  2. Semakin banyak konten kita, semakin kita harus bekerja keras jika ingin migrasi dari WIX. Jadi kapan waktu yang tepat untuk migrasi? Sekarang!
  3. Perusahaan sudah menggunakan paket subscribtion yang tertinggi—VIP—tapi jumlah form yang dapat digunakan dibatasi, hanya 5 form. Jika ingin menggunakan lebih dari 5 form? Ya bayar lagi! Mulai dari $10 untuk 50 form.

Lalu, mengapa masih banyak orang yang menggunakan WIX?

Menurut saya masih banyak orang yang menggunakan WIX karena mereka bisa mencoba membuat website secara gratis. Tentu saja dengan beberapa batasan fitur dan penggunaan subdomain.

Saran

Website portfolio yang dibangun menggunakan WIX cukup menarik perhatian, terutama bila kamu menggunakannya saat mencari kerja. Tapi jika ingin membangun sesuatu yang lebih besar seperti website perusahaaan sebaiknya hindari WIX dari awal.


In progress:

  • In-house atau Vendor?
  • WordPress atau Framework?
  • Kolaborasi dengan tim produk: menentukan konsep:
  • Hire Copywriter
  • Go live
8 Jenis Konten B2B yang Paling Sering Digunakan

8 Jenis Konten B2B yang Paling Sering Digunakan

  1. Blog yang bersifat edukasi
  2. Laporan teknologi, yang membahas tentang teknologi yang telah dibuat oleh bisnis dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
  3. Kisah sukses yang menceritakan bagaimana produk kamu dapat membantu pelanggan. Konten ini sering ditampilkan sebagai studi kasus di website berupa artikel dan atau video.
  4. Panduan, manual, dan artikel yang “menerjemahkan” proses teknis ke dalam bahasa yang lebih dapat dipahami oleh kebanyakan orang.
  5. Hasil riset, termasuk interview dengan expert, investigasi, dan report.
  6. Konten media sosial yang dipublikasikan di platform sosial media yang memiliki format ringkas dan panjang.
  7. Email, terutama newsletter yang mengedukasi.
  8. Deskripsi produk
Apakah Keyword Cannibalization itu Buruk?

Apakah Keyword Cannibalization itu Buruk?

Keyword cannibalization terjadi ketika beberapa halaman dalam satu website menargetkan keyword yang sama atau mirip dan saling bersaing satu sama lain pada mesin pencarian organik.

Tapi apakah keyword cannibalization itu buruk?

Keyword cannibalization itu buruk. Tapi penting untuk diingat bahwa Kamu benar-benar memiliki masalah keyword cannibalization apabila beberapa halaman websitemu menargetkan keyword yang sama dan itu merusak performa pencarian organik websitemu.

Ada halaman yang memiliki peringkat pada banyak keyword, tapi itu tidak selalu terjadi.

Misalnya, kita memiliki dua halaman yang menargetkan satu keyword yang sama. Salah satu halaman berada di peringkat satu, tapi halaman lain (yang padahal lebih kita prioritaskan) sama sekali tidak muncul di mesin pencarian.

Kamu dapat berargumen bahwa telah terjadi keyword cannibalization karena satu halaman (di peringkat satu) terkesan “mengkanibal” traffic ke halaman yang lain (yang tidak muncul di mesin perncarian).

Tapi bagaimana jika ternyata masing-masing halaman tersebut memiliki peringkat pada beberapa keyword yang lain yang tidak kita target?

Kenapa mengkhawatirkan traffic hanya dari satu keyword?

Pada kenyataannya, sampai saat ini saya tidak memiliki masalah keyword cannibalization yang nyata karena keberadaan dua halaman ini kemungkinan tidak merusak kinerja pencarian organik website secara keseluruhan.

Jika saya menggabungkan atau menghapus salah satu halaman, ada kemungkinan saya akan kehilangan beberapa peringkat keyword yang lain dan akan terjadi penurunan traffic organik.

Referensi: Keyword Cannibalization: What It (Really) Is & How to Fix It